Berdebat Boleh, Asal Jangan Pakai Logical Fallacy, Gaes
- Oct 03, 2016
-
Nisa Istiqomah
Pernah nggak kamu terlibat dalam suatu perdebatan yang nggak ada ujungnya? Atau, pernah nggak kamu nonton acara debat kusir di TV yang isi pembicaraannya muter-muter aja, bahkan sampai narasumbernya berantem? Biasanya, dalam situasi tersebut, kedua belah pihak yang berdebat itu tanpa sadar sedang melakukan logical fallacy.
Hah, apaan tuh? Logical fallacy adalah kesalahan berpikir logis. Sayangnya, hal ini sering dilakukan orang saat berargumen, termasuk saat berargumen di kolom komen medsos, yang belakangan ini sering banget terjadi. Padahal ketika logical fallacy digunakan, sebuah diskusi atau perdebatan jadi nggak sehat, lho, gaes.
Sebenarnya ada banyak tipe logical fallacy, tetapi di sini saya akan memaparkan beberapa tipe yang paling sering digunakan.
1. Ad Hominem
Ad Hominem terjadi apabila kamu menyerang kepribadian individu lawan bicara kamu, ketimbang membalas argumennya. Menyerang kepribadian memang lebih mudah (dan lebih puas), ya, gaes, tetapi hal tersebut jadi membuat argumenmu “mentah” dan nggak fokus pada topik argumennya.
Contoh:
A : “Menurut saya, kaum LGBT berhak mendapat perlindungan dari negara.”
B : “Ya, iyalah kamu mendukung! Teman dekatmu ‘kan LGBT!”
2. Bandwagon
Kalau kamu suka mendasarkan argumen kamu pada opini mayoritas, maka kamu sedang melakukan logical fallacy tipe Bandwagon. Padahal belum tentu opini mayoritas itu benar ‘kan?
Contoh:
A : “Kenapa kamu percaya bahwa Ario Kiswinar adalah anak biologis Mario Teguh?”
B : “Masa’ bukan, sih? Semua orang bilang dia benar anak kandung Mario Teguh, kok!”
3. Appeal to Emotion
Appeal to Emotion adalah logical fallacy yang terjadi ketika kamu menggunakan emosi dan perasaan saat berargumen. Bahasa sederhananya, baper!
Contoh:
“Saya nggak percaya kalau Jessica Wongso adalah seorang pembunuh, karena dia kelihatannya baik, tutur katanya lembut, dan tampak pintar. Saya suka banget, lho, tipe cewek seperti dia.”
4. Strawman
Strawman terjadi ketika kamu membuat interpretasi yang salah dari omongan atau argumen lawan bicaramu, supaya kamu bisa menyerang balik. Dalam percakapan sehari-hari, tanpa sadar kamu pasti sering melakukan ini, apalagi pas berantem sama pacar!
Contoh:
A : “Sayang, kamu bisa nggak, dandannya agak lebih cepat? Acaranya udah mau mulai, nih...”
B : “Oh, jadi kamu lebih suka aku tampil kucel? Fine! Bye!”
5. Black or White
Black or White itu argumen yang memaksakan dua pilihan, atau yang membuat situasi seolah-olah hanya ada dua pilihan. Kalau nggak A, ya B. Padahal pilihannya bisa saja ada banyak.
Contoh:
“Kalau kamu nggak merokok, berarti kamu bukan cowok sejati!”
(sumber gambar : youthareawesome.com, youthapologeticsnetwork.com, dogncatcomic.wordpress.com)


Kategori

Bb
Kontroversi Karin "Awkarin" Novilda dan 4 Hal yang Bisa Kita Pelajari DarinyaAa
Kontroversi Karin "Awkarin" Novilda dan 4 Hal yang Bisa Kita Pelajari DarinyaJhjfhdhcuv
Kontroversi Karin "Awkarin" Novilda dan 4 Hal yang Bisa Kita Pelajari DarinyaMokniubfuyxghcjvh
Kontroversi Karin "Awkarin" Novilda dan 4 Hal yang Bisa Kita Pelajari DarinyaIgjfgvhvhvj
Kontroversi Karin "Awkarin" Novilda dan 4 Hal yang Bisa Kita Pelajari Darinya